Aspek Pendidikan Karakter dalam Novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi oleh Ramdhani Kusuma Putra
Ramdhani Kusuma Putra 2125162709
Sastra Indonesia
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sastra merupakan hasil pemikiran imajinatif seorang pengarang di mana pembuatannya telah melalui proses kreatif, ide imajinasi pengarang tak sepenuhnya muncul semata-mata dari pengarangnya saja, hasil dari pemikiran tersebut banyak didasari oleh lingkungan sosial pengarang mulai dari kehidupan sosial pribadi pengarang, sampai kehidupan sosial bermasyarakatnya. Karena hal ini karya sastra tak lepas dari ajaran-ajaran nilai moral yang pengarang tuangkan dalam bentuk tulisan.
Penggambaran dari kehidupan nyata ini membuat banyaknya nilai moral yang dapat pembaca alami dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerta, susila.
Penulis biasanya menyampaikan nilai moral tersebut berdasarkan keinginan kehidupan sosial agar dapat berjalan semestinya, seperti penggambaran kehidupan ideal yang diidamkan oleh pengarang. Segala nilai moral ini dapat disebut juga dengan amanat, dan dapat juga menjadi gagasan inti dari cerita yang dibuat oleh pengarang.
Salah satunya nilai moral tersebut adalah nilai-nilai pendidikat karakter, pada penelitian ini saya akan membahas nilai pendidikan karakter yang terdapat pada novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi,
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi dengan tinjauan sosiologi sastra.
2. Bagaimana struktur yang membangun novel Totto-chan karya Tetsuko Kutoyanagi.
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan asepek pendidikan karakter dalam novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi
2. Mengetahui struktur unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi
BAB II
LANDASAN TEORI
Pendekatan Sosiologi sastra
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra, yang beranggapan bahwasannya karya sastra tidak dapat lepas dari kondisi sosial masyarakat. Dari berbagai macam teori yang ada, penelitiaan ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Alan Swingewood. Swingewood (1972) memandang adanya dua corak penyelidikan sosiologi sastra yang pertama, penyelidikan yang bermula dari lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra dengan faktor di luar sastra yang terbayang dalam karya sastra.
Oleh swingewood cara seperti ini disebut sociology of literature (sosiologi sastra). Penelitian ini melihat faktor-faktor sosial yang mengahsilkan karya sastra pada masa dan masyarakat tertentu. Kedua penyelidikan yang menghubungkan struktur karya sastra pada genre dan msyarakat tertentu. Cara kedua ini dinamakan literary of sociology (sosiologi sastra). Oleh sebab itu penelitian tentang moral ini tentu saja merupakan bagian dari kajian sastra dan sosiologi.
Aspek pendidikan karakter.
Pendidikan karakter menurut Asmani (2011 : 35) merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan. Kemudian, nilai-nilai tersebut dapat terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Hasan dkk (2010:9-10) mengemukakan bahwa terdapat 18 pendidikan karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, serta tanggung jawab.
Pendidikan karakter memiliki tujuan untuk membentuk manusia yang bermoral, membentuk manusia yang cerdas dan bermoral, membentuk manusia yang inovatif dan bekerja keras, membentuk manusia yang optimis dan percaya diri, membentuk manusia yang berjiwa patriot. (Aunillah, 2011 : 97-104).
Hakikat moral
Moral dalam karya sastra mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang disampaikannya kepada pembaca.
Kenny (1966) mengemukakan bahwa moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.
Terdapat tiga aspek yang menjadi pembahasan utama dalam membedah nilai-nilai baik dan buruk pada cerita tersebut, yaitu, aspek individu, aspek sosial, dan aspek religius.
Dalam mengajarkan nilai moral sebaiknya lebih bersifat contoh, pepatah mengatakan bahwa tindakan lebih baik dari kata-kata. Lutan (2001: 45-46) mengatakan nilai moral itu beraneka ragam, termasuk
loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperasi, tugas, dll. Lebih lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi inti dan bersifat universal, yaitu:
1. Keadilan
Keadilan ada dalam beberapa bentuk; distribusif, prosedural. Retributive, dan kompensasi. Keadilan distributif adalah keadilan yang mencakup pembagian dan beban secara relatif. Keadilan prosedural
keadilan yang mencakup resepsi yang mencakup prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam menentukan hasil. Keadilan retributive mencakup persepsi yang fair sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup presepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang diderita pada waktu sebelumnya.
2. Kejujuran
Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan.
3. Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri.
4. Kedamaian
Kedamaian mengandung pengertian: (a) tidak menganiaya, (b) mencegah penganiayaan, (c) menghilangkan penganiyaan, (d) berbuat baik.
BAB III
Pembahasan
Analisis Rumusan Masalah
Totto-chan merupakan novel karya Tetsuko Kuroyanagi yang menceritakan tentang gadis cilik bernama Tetsuko, ia merupakan anak perempuan yang memiliki daya imajinasi yang lebih besar dibandingkan anak biasanya, karena hal tersebut Tetsuko atau yang biasa dipanggil Totto-chan tidak dapat mnyesuaikan dirinya di sekolah biasa, guru dan murid di sekolah tidak menerimanya.
Hingga akhirnya Totto-chan pindah ke Tomoe Gakuen dan bertemu dengan kepala sekolah Sosaku Kobayashi, ia diajarkan sikap-sikap nilai pendidikan moral yang dapat kita praktekkan di kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal ini menjadi lebih unik karena Tomoe Gakuen merupakan sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki kekurangan, namun kepala sekolah Sosaku Kobayashi menerapkan kurikulum pendidikan moral yang berhasil diterapkan kepada siswa-siswanya.
Salah satu nilai moral tersebut ialah kedisiplinan,
“Dengar baik-baik,” kata kepala sekolah ketika semua sudah berkumpul. “Kita akan naik kereta, lalu naik kapal. Aku tak ingin sampai ada yang tersesat. Mengerti? Baik, kita berangkat sekarang. (Totto-chan : 95)
Tanpa kita sadari pada kutipan tersebut kepala sekolah berusaha untuk mengajarkan sikap disiplin, alih-alih ia menyuruh anak-anak diam, kepala sekolah lebih memilih untuk menyampaikan akibat jika mereka tidak disiplin. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang lebih, tentu saja jika mereka disuruh diam akan timbul pertanyaan mengapa kami harus diam, dan sebagainya hingga akhirnya kebalikannya lah yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.
Paragraf selanjutnya pun mengajarkan tentang sikap peduli sosial dan bersahabat,
Entah bagaimana, kehidupan sehari-hari di Tomoe telah mengajarkan bahwa mereka tidak boleh mendorong orang yang lebih kecil atau lemah daripada mereka, bahwa bersikap tidak sopan berarti mempermalukan diri sendiri, bahwa setiap kali melewati sampah mereka harus mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah, dan bahwa mereka tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu.
Pada penghujung kalimat sudah sangat jelas tentang aspek moral pada novel ini, kalimat larangan untuk tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu sudah mencakup ke delapan belas aspek pendidikan karakter (Hasan dkk, 2011).
Lalu ada juga metode pembelajaran yang diterapkan oleh kepala sekolah yaitu metode pembelajaran euritmik (Totto-chan : 101). Dijelaskan pada novel tersebut euritmik merupakan olahraga yang menghaluskan mekanisme tubuh, olahraga yang mengajari otak cara menggunakan dan mengendalikan tubuh, olahraga yang memungkinkan raga dan pikiran memahami irama.
Kurang lebihnya euritmik ini dapat menyeimbangkan kemampuan otak kanan dan otak kiri pelakunya, dari aspek nilai moral juga dapat melatih kedisiplinan dan kreatifitas diri kita.
Menurut kepala sekolah Kobayashi seseorang yang memiliki kepribadian ritmik itu kuat, indah, selaras dengan alam, dan mematuhi hukum-hukumnya.
Peduli terhadap lingkungan pun dijabarkan pada poin ini. Selain itu ruangan kelas yang digunaka di Tomoe berbeda dengan ruangan kelas biasanya, mereka menggunakan gerbong kereta bekas sebagai ruangan kelas. Kepala sekolah membiarkan seluruh siswanya bebas untuk bermain dan mengasah kemampuan mereka masing-masing, seperti tengah menaiki sebuah kereta mereka bebas untuk berpetualang kemana saja. Kepala sekolah dan guru-guru di Tomoe juga kerap kali mengajap siswa-siswanya berkeliling keluar sekolah, hal ini tentu saja bertujuan untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan.
Selain itu sikap toleransi dan menghargai prestasi juga terdapat pada salah satu bagian cerit novel Totto-chan,
Hari olahraga di Tomoe diadakan setiap tahun… Seperti semua hal lain yang dilakukan secara berbeda di Tomoe, begitu pula Hari Olahraga mereka yang unik.
Misalnya, Lomba Ikan Karper. Kain-kain lebar dibentuk seperti tabung dan dicat seperti ikan karper-seperti yang biasa dipajang di tiang-tiang di bulan Mei di Hari Perayaan Anak Laki-Laki. Kain-kain itu kemudian diletakkan di tengah halaman sekolah. Setelah aba-aba diberikan, anak-anak harus berlari kea rah ikan karper, merayap masuk ke dalam lubang kain itu, dari mulut sampai ke ekornya, keluar, lalu berlari kembali ke garis start.
Di Tomoe terdapat seorang siswa bernama Takahashi, ia memiliki kekurangan berupa fisiknya yang tidak dapat tumbuh lagi. Pada novel tersebut dijelaskan alasan mengapa jenis perlombaan tersebut berbeda, alasannya yaitu karena Takahashi yang memiliki tubuh kecil. Kepala sekolah berpikir dengan jenis-jenis lomba tersebut Takahashi akan dengan mudah memenangkan setiap jenis lomba, dan membuatnya memiliki rasa syukur akan kondisinya, walaupun ia memiliki kekurangan fisik, namun Takahashi dapat memiliki kepercayaan diri berkat jenis-jenis lomba yang disusun oleh kepala sekolah.
Sikap toleransi dan saling menghargaipun kembali kita temukan pada novel tersebut, seperti pada kutipan paragraf berikut,
Totto-chan heran. Belum pernah ia mendengar ada orang berkata anak laki-laki harus menghargai anak perempuan.
Setahunya, anak laki-lakilah yang terpenting. (Totto –chan : 159)
Paragraf ini muncul akibat pertengkaran yang terjadi antara Totto-chan dan temannya yang bernama Oe, saat itu Totto-chan memiliki gaya rambut baru dengan rambut yang dikepang. Oe yang melihatnya malah menarik-narik rambut Totto-chan dan mempermainkannya.
Kepala sekolah menerapkan sikap untuk bersikap baik dan saling menghargai walaupun dia adalah perempuan, tentu saja pada sejarah Jepang zaman dahulu derajat wanita berada dibawah pria. Sampai pada anak-anak pun menerapkan hal tersebut, namun kepala sekolah berpikir lain dan membuat setiap orang memiliki perlakuan yang sama, sehingga kita dapat menghargai satu sama lain.
BAB IV
Penutup
Kesimpulan
Novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi berhasil menggambarkan bagaimana seharusnya kita bersikap kepada diri kita sendiri, orang lain, lingkungan, dan Tuhan Yang Maha Esa. Totto-chan telah menggambarkan kedelapan belas pendidikan karakter yang dijabarkan oleh Hasan dkk (2010) yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, serta tanggung jawab.
Buku ini dapat dijadikan pembelajaran bagi orang dewasa tentang bagaimana menyikapi dan mengajarkan pendidikan moral kepada anak-anak. Kita sendiripun dapat menerapkannya ke dalam kehidupan kita masing-masing.
Mengutip dari Tetsuko Kuroyanagi “Punya mata, tapi tidak melihat keindahan; punya telinga, tapi tidak mendengar musik; punya pikiran, tapi tidak memahami kebenaran; punya hati tapi hati itu tak pernah tergerak dan karena itu tidak pernah terbakar.”
Pendidikan karakter ini sangat penting bagi nilai moral kita terhadap diri kita sendiri, terhadap orang lain, terhadap lingkungan, dan terhadap pencipta kita sendiri. Penelitain ini membuat kita sadar akan seberapa pentingnya pendidikan moral dapat mengubah seseorang dan dapat menebarkan hal baik lebih banyak lagi.
DAFTAR ISI
Kuroyanagi, Tetsuko. Madogiwa no Totto-chan. 1981. Kondansha Publisher Ltd. Jepang.
Nur Vaozy, Hafiz. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter. 2012. FKIP UMP
Sastra Indonesia
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sastra merupakan hasil pemikiran imajinatif seorang pengarang di mana pembuatannya telah melalui proses kreatif, ide imajinasi pengarang tak sepenuhnya muncul semata-mata dari pengarangnya saja, hasil dari pemikiran tersebut banyak didasari oleh lingkungan sosial pengarang mulai dari kehidupan sosial pribadi pengarang, sampai kehidupan sosial bermasyarakatnya. Karena hal ini karya sastra tak lepas dari ajaran-ajaran nilai moral yang pengarang tuangkan dalam bentuk tulisan.
Penggambaran dari kehidupan nyata ini membuat banyaknya nilai moral yang dapat pembaca alami dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerta, susila.
Penulis biasanya menyampaikan nilai moral tersebut berdasarkan keinginan kehidupan sosial agar dapat berjalan semestinya, seperti penggambaran kehidupan ideal yang diidamkan oleh pengarang. Segala nilai moral ini dapat disebut juga dengan amanat, dan dapat juga menjadi gagasan inti dari cerita yang dibuat oleh pengarang.
Salah satunya nilai moral tersebut adalah nilai-nilai pendidikat karakter, pada penelitian ini saya akan membahas nilai pendidikan karakter yang terdapat pada novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi,
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi dengan tinjauan sosiologi sastra.
2. Bagaimana struktur yang membangun novel Totto-chan karya Tetsuko Kutoyanagi.
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan asepek pendidikan karakter dalam novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi
2. Mengetahui struktur unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi
BAB II
LANDASAN TEORI
Pendekatan Sosiologi sastra
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra, yang beranggapan bahwasannya karya sastra tidak dapat lepas dari kondisi sosial masyarakat. Dari berbagai macam teori yang ada, penelitiaan ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Alan Swingewood. Swingewood (1972) memandang adanya dua corak penyelidikan sosiologi sastra yang pertama, penyelidikan yang bermula dari lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra dengan faktor di luar sastra yang terbayang dalam karya sastra.
Oleh swingewood cara seperti ini disebut sociology of literature (sosiologi sastra). Penelitian ini melihat faktor-faktor sosial yang mengahsilkan karya sastra pada masa dan masyarakat tertentu. Kedua penyelidikan yang menghubungkan struktur karya sastra pada genre dan msyarakat tertentu. Cara kedua ini dinamakan literary of sociology (sosiologi sastra). Oleh sebab itu penelitian tentang moral ini tentu saja merupakan bagian dari kajian sastra dan sosiologi.
Aspek pendidikan karakter.
Pendidikan karakter menurut Asmani (2011 : 35) merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan. Kemudian, nilai-nilai tersebut dapat terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Hasan dkk (2010:9-10) mengemukakan bahwa terdapat 18 pendidikan karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, serta tanggung jawab.
Pendidikan karakter memiliki tujuan untuk membentuk manusia yang bermoral, membentuk manusia yang cerdas dan bermoral, membentuk manusia yang inovatif dan bekerja keras, membentuk manusia yang optimis dan percaya diri, membentuk manusia yang berjiwa patriot. (Aunillah, 2011 : 97-104).
Hakikat moral
Moral dalam karya sastra mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang disampaikannya kepada pembaca.
Kenny (1966) mengemukakan bahwa moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.
Terdapat tiga aspek yang menjadi pembahasan utama dalam membedah nilai-nilai baik dan buruk pada cerita tersebut, yaitu, aspek individu, aspek sosial, dan aspek religius.
Dalam mengajarkan nilai moral sebaiknya lebih bersifat contoh, pepatah mengatakan bahwa tindakan lebih baik dari kata-kata. Lutan (2001: 45-46) mengatakan nilai moral itu beraneka ragam, termasuk
loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperasi, tugas, dll. Lebih lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi inti dan bersifat universal, yaitu:
1. Keadilan
Keadilan ada dalam beberapa bentuk; distribusif, prosedural. Retributive, dan kompensasi. Keadilan distributif adalah keadilan yang mencakup pembagian dan beban secara relatif. Keadilan prosedural
keadilan yang mencakup resepsi yang mencakup prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam menentukan hasil. Keadilan retributive mencakup persepsi yang fair sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup presepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang diderita pada waktu sebelumnya.
2. Kejujuran
Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan.
3. Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri.
4. Kedamaian
Kedamaian mengandung pengertian: (a) tidak menganiaya, (b) mencegah penganiayaan, (c) menghilangkan penganiyaan, (d) berbuat baik.
BAB III
Pembahasan
Analisis Rumusan Masalah
Totto-chan merupakan novel karya Tetsuko Kuroyanagi yang menceritakan tentang gadis cilik bernama Tetsuko, ia merupakan anak perempuan yang memiliki daya imajinasi yang lebih besar dibandingkan anak biasanya, karena hal tersebut Tetsuko atau yang biasa dipanggil Totto-chan tidak dapat mnyesuaikan dirinya di sekolah biasa, guru dan murid di sekolah tidak menerimanya.
Hingga akhirnya Totto-chan pindah ke Tomoe Gakuen dan bertemu dengan kepala sekolah Sosaku Kobayashi, ia diajarkan sikap-sikap nilai pendidikan moral yang dapat kita praktekkan di kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal ini menjadi lebih unik karena Tomoe Gakuen merupakan sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki kekurangan, namun kepala sekolah Sosaku Kobayashi menerapkan kurikulum pendidikan moral yang berhasil diterapkan kepada siswa-siswanya.
Salah satu nilai moral tersebut ialah kedisiplinan,
“Dengar baik-baik,” kata kepala sekolah ketika semua sudah berkumpul. “Kita akan naik kereta, lalu naik kapal. Aku tak ingin sampai ada yang tersesat. Mengerti? Baik, kita berangkat sekarang. (Totto-chan : 95)
Tanpa kita sadari pada kutipan tersebut kepala sekolah berusaha untuk mengajarkan sikap disiplin, alih-alih ia menyuruh anak-anak diam, kepala sekolah lebih memilih untuk menyampaikan akibat jika mereka tidak disiplin. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang lebih, tentu saja jika mereka disuruh diam akan timbul pertanyaan mengapa kami harus diam, dan sebagainya hingga akhirnya kebalikannya lah yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.
Paragraf selanjutnya pun mengajarkan tentang sikap peduli sosial dan bersahabat,
Entah bagaimana, kehidupan sehari-hari di Tomoe telah mengajarkan bahwa mereka tidak boleh mendorong orang yang lebih kecil atau lemah daripada mereka, bahwa bersikap tidak sopan berarti mempermalukan diri sendiri, bahwa setiap kali melewati sampah mereka harus mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah, dan bahwa mereka tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu.
Pada penghujung kalimat sudah sangat jelas tentang aspek moral pada novel ini, kalimat larangan untuk tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu sudah mencakup ke delapan belas aspek pendidikan karakter (Hasan dkk, 2011).
Lalu ada juga metode pembelajaran yang diterapkan oleh kepala sekolah yaitu metode pembelajaran euritmik (Totto-chan : 101). Dijelaskan pada novel tersebut euritmik merupakan olahraga yang menghaluskan mekanisme tubuh, olahraga yang mengajari otak cara menggunakan dan mengendalikan tubuh, olahraga yang memungkinkan raga dan pikiran memahami irama.
Kurang lebihnya euritmik ini dapat menyeimbangkan kemampuan otak kanan dan otak kiri pelakunya, dari aspek nilai moral juga dapat melatih kedisiplinan dan kreatifitas diri kita.
Menurut kepala sekolah Kobayashi seseorang yang memiliki kepribadian ritmik itu kuat, indah, selaras dengan alam, dan mematuhi hukum-hukumnya.
Peduli terhadap lingkungan pun dijabarkan pada poin ini. Selain itu ruangan kelas yang digunaka di Tomoe berbeda dengan ruangan kelas biasanya, mereka menggunakan gerbong kereta bekas sebagai ruangan kelas. Kepala sekolah membiarkan seluruh siswanya bebas untuk bermain dan mengasah kemampuan mereka masing-masing, seperti tengah menaiki sebuah kereta mereka bebas untuk berpetualang kemana saja. Kepala sekolah dan guru-guru di Tomoe juga kerap kali mengajap siswa-siswanya berkeliling keluar sekolah, hal ini tentu saja bertujuan untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan.
Selain itu sikap toleransi dan menghargai prestasi juga terdapat pada salah satu bagian cerit novel Totto-chan,
Hari olahraga di Tomoe diadakan setiap tahun… Seperti semua hal lain yang dilakukan secara berbeda di Tomoe, begitu pula Hari Olahraga mereka yang unik.
Misalnya, Lomba Ikan Karper. Kain-kain lebar dibentuk seperti tabung dan dicat seperti ikan karper-seperti yang biasa dipajang di tiang-tiang di bulan Mei di Hari Perayaan Anak Laki-Laki. Kain-kain itu kemudian diletakkan di tengah halaman sekolah. Setelah aba-aba diberikan, anak-anak harus berlari kea rah ikan karper, merayap masuk ke dalam lubang kain itu, dari mulut sampai ke ekornya, keluar, lalu berlari kembali ke garis start.
Di Tomoe terdapat seorang siswa bernama Takahashi, ia memiliki kekurangan berupa fisiknya yang tidak dapat tumbuh lagi. Pada novel tersebut dijelaskan alasan mengapa jenis perlombaan tersebut berbeda, alasannya yaitu karena Takahashi yang memiliki tubuh kecil. Kepala sekolah berpikir dengan jenis-jenis lomba tersebut Takahashi akan dengan mudah memenangkan setiap jenis lomba, dan membuatnya memiliki rasa syukur akan kondisinya, walaupun ia memiliki kekurangan fisik, namun Takahashi dapat memiliki kepercayaan diri berkat jenis-jenis lomba yang disusun oleh kepala sekolah.
Sikap toleransi dan saling menghargaipun kembali kita temukan pada novel tersebut, seperti pada kutipan paragraf berikut,
Totto-chan heran. Belum pernah ia mendengar ada orang berkata anak laki-laki harus menghargai anak perempuan.
Setahunya, anak laki-lakilah yang terpenting. (Totto –chan : 159)
Paragraf ini muncul akibat pertengkaran yang terjadi antara Totto-chan dan temannya yang bernama Oe, saat itu Totto-chan memiliki gaya rambut baru dengan rambut yang dikepang. Oe yang melihatnya malah menarik-narik rambut Totto-chan dan mempermainkannya.
Kepala sekolah menerapkan sikap untuk bersikap baik dan saling menghargai walaupun dia adalah perempuan, tentu saja pada sejarah Jepang zaman dahulu derajat wanita berada dibawah pria. Sampai pada anak-anak pun menerapkan hal tersebut, namun kepala sekolah berpikir lain dan membuat setiap orang memiliki perlakuan yang sama, sehingga kita dapat menghargai satu sama lain.
BAB IV
Penutup
Kesimpulan
Novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi berhasil menggambarkan bagaimana seharusnya kita bersikap kepada diri kita sendiri, orang lain, lingkungan, dan Tuhan Yang Maha Esa. Totto-chan telah menggambarkan kedelapan belas pendidikan karakter yang dijabarkan oleh Hasan dkk (2010) yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, serta tanggung jawab.
Buku ini dapat dijadikan pembelajaran bagi orang dewasa tentang bagaimana menyikapi dan mengajarkan pendidikan moral kepada anak-anak. Kita sendiripun dapat menerapkannya ke dalam kehidupan kita masing-masing.
Mengutip dari Tetsuko Kuroyanagi “Punya mata, tapi tidak melihat keindahan; punya telinga, tapi tidak mendengar musik; punya pikiran, tapi tidak memahami kebenaran; punya hati tapi hati itu tak pernah tergerak dan karena itu tidak pernah terbakar.”
Pendidikan karakter ini sangat penting bagi nilai moral kita terhadap diri kita sendiri, terhadap orang lain, terhadap lingkungan, dan terhadap pencipta kita sendiri. Penelitain ini membuat kita sadar akan seberapa pentingnya pendidikan moral dapat mengubah seseorang dan dapat menebarkan hal baik lebih banyak lagi.
DAFTAR ISI
Kuroyanagi, Tetsuko. Madogiwa no Totto-chan. 1981. Kondansha Publisher Ltd. Jepang.
Nur Vaozy, Hafiz. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter. 2012. FKIP UMP
Comments
Post a Comment