Kritik Sosial dalam Cerpen Bambang Subali Budiman Karya Budi Darma : Kajian Sosiologi Sastra oleh Uly Mega Septiani
Uly Mega Septiani
2125163265
PROGRAMSTUDISASTRAINDONESIA
FAKULTASBAHASADANSENI
UNIVERSITASNEGERIJAKARTA
2017
KataPengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan kasih-Nya saya berhasil menyusun makalah untuk tugas akhir mata kuliah menulis, yaitu mengenai kritik sosial yang terdapat dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma. Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan masyarakat luas.
Jakarta, 7 Juli 2018
Penulis
Abstrak
Sastra merupakan cerminan sosial masyarakat yang oleh pengarang melalui proses kreatif di konversikan menjadi sebuah karya sastra. Maka, karya sastra sering dijadikan medium kritik sosial dalam masyarakat. Pada cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma, sarat akan kritik sosial di dalamnya. Maka, tujuan penelitian ini meneliti tentang kritik sosial yang terdapat dalam cerpen tersebut. Metode yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Alan Swingewood. Adapun dalam penelitian ini ditemukan dua kritik sosial yaitu : kritik terhadap pendidikandan kritik terhadap moral manusia.
Kata kunci : Budi Darma, Sosiologi Sastra, Kritik Sosial, Cerpen, Bambang Subali Budiman
DaftarIsi
KataPengantar
DaftarIsi
BABI−Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah 5
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Penulisan 7
1.4 Manfaat Penulisan 8
1.5 Metodologi Penelitian 8
BABII–DeskripsiTeoretis
2.1.Definisi Cerpen 9
2.2 Sosiologi Sastra 9-10
2.3 Kririk Sosial 10
BABIII–Pembahasan
3.1 Konteks Sosial 11
3.1.Kritik Terhadap Pendidikan 11-13
3.1.2 Kritik Atas Moral 13-14
BabIV–Penutup
4.1Kesimpulan 14
DaftarPusaka 15
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sastra jika dilihat dari perspektif mimesis, sastra merupakan cerminan sosial masyarakat. Sastra juga merupakan produk dari suatu kegiatan kreatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wellek dan Warren (1993:3) yang mengemukakan bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Tentunya, ketika pengarang menciptakan sebuah karya sastra ia dipengaruhi oleh realitas sosial yang ada di dalam lingkungan sosial masyarakat pengarang. Dengan demikian, karya sastra merupakan proses kreatif hasil dari imajinasi pengarang terhadap realitas sosialnya.
Karya sastra merupakan refleksi suatu masyarakat. Dengan demikian, sastra dapat mengungkapkan persoalan yang ada di dalam masyarakat. Karena, karya sastra tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakatnya. Bahkan karya sastra bisa dikatakan potret suatu masyarakat. Karya sastra mengungkapakan peristiwa pada masa tertentu. Karya sastra membawa semangat zamannya.
Oleh sebab itu, karya sastra sering dijadikan medium kritik sosial oleh pengarang. Bisanya karena pada ketidakpuasan terhadap realitas yang ada. Lalu oleh pengarang melalui proses kreatif rasa ketidakpuasan tersebut dijadikan sebuah karya sastra sebagai sebuah kritik sosial. Pengarang sesungguhnya tidak menerima begitu saja bahan masyarakat untuk dijadikan teks karya sastra. Pengarang memiliki kepekaan dalam memilih bahan, maka pengarang memiliki pandangan dunia tersendiri. Karya sastra termasuk cerpen memiliki kemampuan menggambarkan realitas. Akan tetapi, realitas dalam cerpen merupakan realitas yang telah dikreasi ulang oleh pengarang novel. Realitas yang tergambar dalam cerpen memang bersumber dari realitas yang ada di masyarakat. Pengarang mengangkat hal tersebut dan mencoba menulis ulang realitas tersebut sesuai dengan dunia yang diidealkan.
Begitu pula yang dilakukan oleh Budi Darma, sastrawan asal Surabaya dalam buku kumpulan cerpen Kritikus Adinan sarat akan kritik sosial. Kumpulan cerpen Kritikus Adinan ditulis oleh Budi Darma tahun 1970an. Saat itu Rezim Orde Baru berjaya di Indonesia. Pada zaman orde baru dibalik kepemimpinan Suharto yang dikenal penuh senyuman tetapi, banyak kebobrokan yang terjadi seperti korupsi, dan ketimpangan pembangunan. Yang tentu saja berpengaruh terhadap sosial budaya yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih salah satu cerpen dalam kumpulan cerpen Kritikus Adinan yaitu Bambang Subali Budiman. Peneliti memilih cerpen terasebut untuk dikaji karena dalam cerpen tersebut paling sarat akan kritik sosial dibandingkan cerpen-cerpen yang lainnya. cerpen ini ditulis Budi Darma tahun 1979 di Bloomington, Indiana, Amerika Serikat. Namun, latar tempat cerpen ini di Indonesia yaitu di Wonoireng. Cerpen ini ditulis oleh Budi Darma setelah ia pulang dari sebuah pertemuan yang membahas mengenai sebuah cerpen Nathaniel Hawthore pengarang abad ke Sembilan belas yang berjudul “Young Goodman Brown”.
Budi Darma dalam kumpulan cerpen Kritikus Adinan mengatakan bahwa, Cerpen Young Goodman Brown menceritakan salah satu segi kehidupan orang Puritan di New England. Merka percaya bahwa manusia selalu diancam oleh pengaruh setan, karena itu manusia harus berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan diri dari ancaman ini. Bagi beberapa orang, justru usaha manusia yang berlebih-lebihan untuk menyucikan diri membuka kesempatan yang lebih luas bagi setan untuk menyelundup ke jiwa manusia. Budi Darma mengatakan bahwasannya, pembicaraan dalam petemuan tersebut mengaduk-aduk perasaannya. Sebelum pembicaraan selesai ia pulang dan langsung menulis “Bambang Subali Budiman”.
Budi Darma seolah mengejek manusia yang sering kali merasa tidak memiliki kepentingan apapun. Semakin manusia mensucikan dirinya dan merasa manusia itu suci, dengan mudah iblis masuk kedalam jiwanya. Karena sesungguhnya manusia perihal siapa memanfaatkan siapa. Seperti yang dirumuskan dalam teori homohomini lupus yang dipopulerkan filsuf Thomas Hobbes.
Berdasarkan uraian di atas cerpen Bambang Subali Budiman dijadikan objek penelitian karena banyak terkandung kritik sosial di dalamnya. Kritik yang ada di dalam cerpen ini juga masih terdapat relevansi terhadap kehidupan di Indonesia. Realitas yang ada di dalam dunia pengarang dapat dengan baik dikonversikan kedalam karya sastra. Maka, rumusan masalah dalam penelitian ini bisa diketahui bisa diketahui kritik sosial yang dilakukan oleh pengarang beserta gagasan maupun ide pengarang terhadap realitas sosial, tanggapan atau respon yang terhadap masalah sosial yang ada di lingkungan sosial pengarang.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan oleh peneliti, penelitian ini dapat dirumuskan “Bagaimana Kritik Sosial yang terdapat dalam Cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma?”. Rumusan masalah ini dapat dikembangkan menjadi enam pertanyaan penelitian berikut ini
1.2.1 Bagimana kritik pengarang terhadap pendidikan dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma?
1.2.2 Bagaimana kritik pengarang terhadap moral manusia dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma.
Tujuan penulis
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kritik sosial yang terdapat dalam cerpen Bambang Subali Budiman, yaitu :
Menjelaskan kritik pengarang terhadap pendidikan dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma
Menjelaskean kritik pengarang terhadap moral manusia dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma.
Manfaat Penulisan
Manfaat Teoretis
Untuk menginformasikan krtik soisal yang terdapat dalam cerpen Bambang Subali Budiman Karya Budi Darma dengan teori sosiologi Alan Swengewood.
1.4.2. Manfaat Praktis
Untuk menginformasikan pada pembaca mengenai kritik sosial yang dilakukan oleh Budi Darma dalam cerpen Bambang Subali Budiman. Bagaimana pendidikan di Indonesia sangat tidak merata dan manusia yang mengalami degradasi moral.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Bogdan (1982:2) mengemukakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian yang bersifat alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, dari orang, perilaku, atau data-data lainnya yang dapat diamati. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen Bambang Subali Budiman yang yang terdapat dalam kumpulan cerpen Kritikus Adinan Karya Budi Darma. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk data kualitatif yang berupa kata-kata, kalimat, dan paragraf dalam cerpen Bambang Subali Budiman yang mengandung informasi berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. Data-data tersebut diambil dengan cara membaca, mencermati, menyalin, dan mengumpulkan sesuai klasifikasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
BAB II
DESKRIPSI TEORETIS
2.1Hakikat Struktur Cerpen
2.1.1 Definisi Cerpen
Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan. Menurut kamus, cerita pendek adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novelia (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang.Menurut Susanto, cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Panjang cerpen sendiri bervariasi, ada cerpen yang pendek (short short story) sekitar 500-an kata, cerpen cukupan (middle short story) ribuan kata, dan cerpen yang panjang (long short story) puluhan ribu kata.
2.1.2 Sosiologi Sastra
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra, yang beranggapan bahwasannya karya sastra tidak dapat lepas dari kondisi sosial masyarakat. Dari berbagai macam teori yang ada, penelitiaan ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Alan Swingewood. Swingewood (1972) dalam Wiyatmi (2013:7-8) memandang adanya dua corak penyelidikan sosiologi sastra. yang pertama, penyelidikan yang bermula dari lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra dengan faktor di luar sastra yang terbayang dalam karya sastra. Oleh Swingewood cara seperti ini disebut sociology of literature (sosiologi sastra). Penelitian ini melihat faktor-faktor sosial yang mengahsilkan karya sastra pada masa dan masyarakat tertentu. Kedua penyelidikan yang menghubungkan struktur karya sastra pada genre dan msyarakat tertentu. Cara kedua ini dinamakan literary of sociology (sosiologi sastra). Dengan demikian pendekatan sosiologi sastra dirasa cocok dalam penelitian ini, karen sastra dan sosiologi memiliki objek yang sama yaitu manusia. Selain itu, sosiologi sastra cocok sebagai teori untuk mengkaji keadan sosial masyarakat dalam karya sastra.
2.1.3 Kritik Sosial
Kritik sosial menurut Abar (1997:47) adalah suatu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Kritik sosial dilakukan karena adanya ketidaksesuaian antara realitas dengan harapan seseorang. Sesungguhnya kritik amat baik dilakukan karena, dalam masyarakat yang berdiamika tujuan kritik sendiri supaya mengetaui sebuah kesalahan dan bisa memperbaikinya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwasannya krtik sosial merupakan control sosial terhadap masyarakat. Control sosial terhadap masyarakat memiliki berbagai bentuk. Sastra salah satu bentuk dan medium kritik sosial. Sedangkan pengedaalian sosialnya bisa dengan dua cara yaitu cara persuasive dengan mengajak atau membimbing sedangkan koersif dengan tekanan seperti kekerasan atau ancaman fisik. Menurut Soekanto (2009:42) cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi yang dihadapi, tujuan yang hendak dicapai, dan jangka waktu yang dikehendaki. Dalam konteks sastra, karya sastra yang bermuatan kritik sosial termasuk dalam alat pengendalian sosial dengan cara persuasive. Karena, lebih ditekankan pada usaha mengajak atau membimbing. Karya sastra merupakan refleksi masyarakat tempat ia muncul. Oleh karennya, karya sastra bukan sekadar karya imajinatif melainkan suatu proses kreatif. Satu hal yang penting sebuah karya sastra dapat digunakan sebagai alat kontrol sosial terhadap berbagai penyimpangan yang ada dalam masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
Konteks Sosial Cerpen Bambang Subali Budiman
Sebuah karya sastra tidak mungkin muncul begitu saja, pasti ada hal yang melatarbelakangi sebuah karya sastra tercipta. Faktor sosial, dan budaya masyarakat merupakan hal yang mempengaruhi sebuah karya sastra. Menurut Swingewood dan Laurenson (1972:13) karya sastra merupakan cermin masyarakat. Dengan demikian, karya sastra tidak akan terlepas dari kondisi sosial suatu masyarakat pada saat karya tersebut muncul. Berdasarkan uraian tersebut cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma yang dituliskan tahun 1979, saat itu kondisi sosial Indonesia baru saja berganti rezim yaitu dari rezim orde lama ke rezim orde baru. Saat zaman orde baru seperti yang kita ketahui banyak terjadi pelencengan terhadap kekuasaan, seperti pejabat yang melakukan kesalahan akan tetapi merasa dirinya tidak bersalah. Dan sentralisasi kekuasaan sehingga menimbulakan ketimpangan sosial, salah satunya dalam bidang pendidikan.
Kritik Sosial dalam Cerpen Bambang Subali Budiman
Kritik Terhadap Pendidikan
“…dari pada mengurusi soal tetek bengek, lebih baik mereka memperlancar gaji guru di sini dibebani dengan kewajiban terlalu banyak dengan membangun sekolah sendiri yang seharusnya dipikul oleh Pemerintah Daerah.” Hlm. 182
“Kecamatan seharusnya hanya berkewajiban melaksanakan sekolahan bukannya memikir bagaimana mencukupi gaji guru, bagaimana mendatangkan guru-guru dari daerah lain, bagaimana menyediakan perumahan untuk mereka, memperbaiki gedung sekolahan dan sebagainya.” Hlm. 182.
Pendidikan di Indonesia memang belum merata sampai ke pedesaan. Budi Darma yang merupakan tamatan IKIP Surabaya dan merupakan mantan rektor Universitas Negeri Surabaya sudah pasti tahu kebobrokan pendidikan yang ada di Indonesia. Apalagi pada konteks tahun 1970an. Indonesia yang kala itu dipimpin oleh Suharto lebih fokus kepada pembangunan di daerah perkotaan, pendidikan di pedesaan sama sekali tidak diperhatikan oleh pemerintah.
“Surat pengangkatan yang terlambat menyebabkan guru bekerja tanpa gaji, uang rapel yang datang tidak tepat pada waktunya dan sebagainya diungkit oleh Bambang Subali.” Hlm 182
Pada kutipan tersebut Budi Darma ingin menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah yang masih lalai terhadap kesejahteraan guru. Pada tahun 1970an gaji guru di Indonesia sekitar …. Dan sering kali guru dibebani tugas yang banyak tanpa ada uang insentif.
“Inilah sumber korupsi. Dengan menggunakan wewenangnya sebagai pejabat seseorang dapat menyalahgunakan kedudukannya untuk kepentingan perusahaan pribadinya… Kemudian pembesar ini mengapa anak-anak sekolah diijinkan jajan di warung kepala sekolah dan disuruh membeli alat tulis menulis dan seragam pakaian di toko milik kepala sekolah… Dia tahu kepada siapa peraturan ini ditunjukan: kepada pejabat-pejabat kaya, rakus, dan penghisap darah rakyat. Kepala sekolah tidak demikian halnya.”Hlm. 181-182.
Pada rezim orde baru memang banyak korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat daerah terutama di kota. Budi Darma mengkritik karena banyak korupsi dan dana yang dikucurkan untuk pendidikan jadi semakin sedikit, menyebabkan kepala sekolah membuka warung dan menyuruh siswa-siswinya membeli alat tulis menulis disana. Karena gaji menjadi kepala sekolah kecil.
“Katanya pendidikan adalah kunci pembangunan. Dalam pendidikan kita tidak boleh memusatkan perhatian ke kota saja. Perhatikan desa-desa kita!” Hlm. 207.
Budi Darma dalam cerpen Bambang Subali Budiman lagi-lagi megkrtitik pemerintah yang terpusat pada kota. Pada rezim orde baru memang pemerintah menerapkan sistem sentralisasi. Dimana pemerintah pusatlah yang memiliki wewenang untuk mengatur keseluruhannya, pemerintah daerah tidak memiliki otonomi tersendiri. Hingga berdampak kepada pendidikan yang tidak merata. Pendidikan dipedesaan tidak diperhatikan sama sekali.
3.3 Kritik atas moral manusia
“Orang tua mengejar menantu karena malu anaknya tidak laku kawin. Orang kawin karena cinta, yaitu cinta pada diri sendiri. Orang berusaha mempunyai anak karena malu kalau tidak mempunyai anak. Dia ingin menimang makhluk kecil untuk kepuasan dirinya sendiri. Dia ingin membesarkannya karena ingin merasakan tanggung jawab bagaimana merawat anak. Dia ingin menjadikannya orangkarena malu dituduh tidak mempunyai wibawa untuk mendidik anak sendiri.” Hlm. 202
“Dunia bergerak bukan hanya didorong oleh kewajiban demi kewajiban, dan pengabdian demi pengabdian. Semua dicemari oleh kepentingan diri sendiri dan inilah yang lebih penting.”Hlm. 202.
Dalam kutipan tersebut Budi Darma seakan-akan mengejek moral manusia yang melakukan segala sesuatu hanya untuk dirinya sendiri. Manusia melakukan segala sesuatu bukan karena manusia merasa perlu melakukan hal tesebut untuk hidup, akan tetapi melakukan segala sesuatu agar dipuji seseorang, agar disanjung, agar diterima di dalam masyarkat dan agar mendapat status sosial yang tinggi.Manusia adalah abdi terhadap dirinya sendiri.
“Kita bersembahyang bukan karena kita menyembah Tuhan, tapi untuk memohon rejeki, pahala, dan penghindaran dari malapetaka. Marilah sekali tempo kita mengaku terang-terangan bahwa banyak bagian dari hati nurani kita yang sebenarnya tidak baik. Janganlah selamanya kita menyembunyikan ketidak baikan ini.” Hal 203.
“Hanya denga pengakuan inilah kita dapat berbuat lebih baik : takut api neraka karena itu kita tidak jahat, takut harga diri jatduh, karena itu kita berprestasi, takut dibohongi, karena itu kita mendahului untuk tidak membohongi, dan sebagainya.” Hlm. 203
Kutipan di atas mengkrtik moral manusia yang tidak seakan-akan tidak mau mengakui kesalahan yang ada pada diri manusia. Manusia ingin dianggap suci, padahal dibalik itu semua manusia melakukan segala sesuatu atas dasar kepentingan dirinya sendiri. Budi Darma juga seakan mengatakan bahwasannya manusia setidaknya harus mengakui kesalahan-kesalahnnya. Karena pada hakikatnya tidak ada manusia yang suci. Bahkan dalam beragama, manusia tidak sungguh-sungguh mencintai tuhannya. Tapi lagi-lagi untuk kepentingan diri sendiri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma, terdapat dua kalsifikasi kritik sosial yaitu : kritik terhadap pendidikan dan kritik terhadap moral manusia. Dalam cerpen Bambang Subali Budiman, Budi Darma tentu saja di pengengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitarnya. Seperti masalah pendidikan yang diangkat dalam cerpen Bambang Subali Budiman, ia mengkritik karena konteks sosial, budaya, dan politik yang mempengaruhi pengarang dalam membuat karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Darma. 2002. Kritikus Adinan. Yogjakarta. Bentang Budaya.
BurhanNurgiyantoro.2015.TeoriPengkajianFiksi.Yogjakarta.GajahMadaUniversityPress.
Sapardi Djoko Damoni. 1984. Pengantar Sosiologi Sastra.
Wiyatmi.2013.SosiologiSastra.Yogjakarta.KanwaPublisher.
Jurnal
KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL MENUNGGU MATAHARI MELBOURNEKARYA REMY SYLADO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA oleh MUHAMMAD ARDI KURNIAWANUniversitas Ahmad Dahlan
2125163265
PROGRAMSTUDISASTRAINDONESIA
FAKULTASBAHASADANSENI
UNIVERSITASNEGERIJAKARTA
2017
KataPengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan kasih-Nya saya berhasil menyusun makalah untuk tugas akhir mata kuliah menulis, yaitu mengenai kritik sosial yang terdapat dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma. Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan masyarakat luas.
Jakarta, 7 Juli 2018
Penulis
Abstrak
Sastra merupakan cerminan sosial masyarakat yang oleh pengarang melalui proses kreatif di konversikan menjadi sebuah karya sastra. Maka, karya sastra sering dijadikan medium kritik sosial dalam masyarakat. Pada cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma, sarat akan kritik sosial di dalamnya. Maka, tujuan penelitian ini meneliti tentang kritik sosial yang terdapat dalam cerpen tersebut. Metode yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Alan Swingewood. Adapun dalam penelitian ini ditemukan dua kritik sosial yaitu : kritik terhadap pendidikandan kritik terhadap moral manusia.
Kata kunci : Budi Darma, Sosiologi Sastra, Kritik Sosial, Cerpen, Bambang Subali Budiman
DaftarIsi
KataPengantar
DaftarIsi
BABI−Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah 5
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Penulisan 7
1.4 Manfaat Penulisan 8
1.5 Metodologi Penelitian 8
BABII–DeskripsiTeoretis
2.1.Definisi Cerpen 9
2.2 Sosiologi Sastra 9-10
2.3 Kririk Sosial 10
BABIII–Pembahasan
3.1 Konteks Sosial 11
3.1.Kritik Terhadap Pendidikan 11-13
3.1.2 Kritik Atas Moral 13-14
BabIV–Penutup
4.1Kesimpulan 14
DaftarPusaka 15
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sastra jika dilihat dari perspektif mimesis, sastra merupakan cerminan sosial masyarakat. Sastra juga merupakan produk dari suatu kegiatan kreatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wellek dan Warren (1993:3) yang mengemukakan bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Tentunya, ketika pengarang menciptakan sebuah karya sastra ia dipengaruhi oleh realitas sosial yang ada di dalam lingkungan sosial masyarakat pengarang. Dengan demikian, karya sastra merupakan proses kreatif hasil dari imajinasi pengarang terhadap realitas sosialnya.
Karya sastra merupakan refleksi suatu masyarakat. Dengan demikian, sastra dapat mengungkapkan persoalan yang ada di dalam masyarakat. Karena, karya sastra tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakatnya. Bahkan karya sastra bisa dikatakan potret suatu masyarakat. Karya sastra mengungkapakan peristiwa pada masa tertentu. Karya sastra membawa semangat zamannya.
Oleh sebab itu, karya sastra sering dijadikan medium kritik sosial oleh pengarang. Bisanya karena pada ketidakpuasan terhadap realitas yang ada. Lalu oleh pengarang melalui proses kreatif rasa ketidakpuasan tersebut dijadikan sebuah karya sastra sebagai sebuah kritik sosial. Pengarang sesungguhnya tidak menerima begitu saja bahan masyarakat untuk dijadikan teks karya sastra. Pengarang memiliki kepekaan dalam memilih bahan, maka pengarang memiliki pandangan dunia tersendiri. Karya sastra termasuk cerpen memiliki kemampuan menggambarkan realitas. Akan tetapi, realitas dalam cerpen merupakan realitas yang telah dikreasi ulang oleh pengarang novel. Realitas yang tergambar dalam cerpen memang bersumber dari realitas yang ada di masyarakat. Pengarang mengangkat hal tersebut dan mencoba menulis ulang realitas tersebut sesuai dengan dunia yang diidealkan.
Begitu pula yang dilakukan oleh Budi Darma, sastrawan asal Surabaya dalam buku kumpulan cerpen Kritikus Adinan sarat akan kritik sosial. Kumpulan cerpen Kritikus Adinan ditulis oleh Budi Darma tahun 1970an. Saat itu Rezim Orde Baru berjaya di Indonesia. Pada zaman orde baru dibalik kepemimpinan Suharto yang dikenal penuh senyuman tetapi, banyak kebobrokan yang terjadi seperti korupsi, dan ketimpangan pembangunan. Yang tentu saja berpengaruh terhadap sosial budaya yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih salah satu cerpen dalam kumpulan cerpen Kritikus Adinan yaitu Bambang Subali Budiman. Peneliti memilih cerpen terasebut untuk dikaji karena dalam cerpen tersebut paling sarat akan kritik sosial dibandingkan cerpen-cerpen yang lainnya. cerpen ini ditulis Budi Darma tahun 1979 di Bloomington, Indiana, Amerika Serikat. Namun, latar tempat cerpen ini di Indonesia yaitu di Wonoireng. Cerpen ini ditulis oleh Budi Darma setelah ia pulang dari sebuah pertemuan yang membahas mengenai sebuah cerpen Nathaniel Hawthore pengarang abad ke Sembilan belas yang berjudul “Young Goodman Brown”.
Budi Darma dalam kumpulan cerpen Kritikus Adinan mengatakan bahwa, Cerpen Young Goodman Brown menceritakan salah satu segi kehidupan orang Puritan di New England. Merka percaya bahwa manusia selalu diancam oleh pengaruh setan, karena itu manusia harus berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan diri dari ancaman ini. Bagi beberapa orang, justru usaha manusia yang berlebih-lebihan untuk menyucikan diri membuka kesempatan yang lebih luas bagi setan untuk menyelundup ke jiwa manusia. Budi Darma mengatakan bahwasannya, pembicaraan dalam petemuan tersebut mengaduk-aduk perasaannya. Sebelum pembicaraan selesai ia pulang dan langsung menulis “Bambang Subali Budiman”.
Budi Darma seolah mengejek manusia yang sering kali merasa tidak memiliki kepentingan apapun. Semakin manusia mensucikan dirinya dan merasa manusia itu suci, dengan mudah iblis masuk kedalam jiwanya. Karena sesungguhnya manusia perihal siapa memanfaatkan siapa. Seperti yang dirumuskan dalam teori homohomini lupus yang dipopulerkan filsuf Thomas Hobbes.
Berdasarkan uraian di atas cerpen Bambang Subali Budiman dijadikan objek penelitian karena banyak terkandung kritik sosial di dalamnya. Kritik yang ada di dalam cerpen ini juga masih terdapat relevansi terhadap kehidupan di Indonesia. Realitas yang ada di dalam dunia pengarang dapat dengan baik dikonversikan kedalam karya sastra. Maka, rumusan masalah dalam penelitian ini bisa diketahui bisa diketahui kritik sosial yang dilakukan oleh pengarang beserta gagasan maupun ide pengarang terhadap realitas sosial, tanggapan atau respon yang terhadap masalah sosial yang ada di lingkungan sosial pengarang.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan oleh peneliti, penelitian ini dapat dirumuskan “Bagaimana Kritik Sosial yang terdapat dalam Cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma?”. Rumusan masalah ini dapat dikembangkan menjadi enam pertanyaan penelitian berikut ini
1.2.1 Bagimana kritik pengarang terhadap pendidikan dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma?
1.2.2 Bagaimana kritik pengarang terhadap moral manusia dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma.
Tujuan penulis
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kritik sosial yang terdapat dalam cerpen Bambang Subali Budiman, yaitu :
Menjelaskan kritik pengarang terhadap pendidikan dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma
Menjelaskean kritik pengarang terhadap moral manusia dalam cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma.
Manfaat Penulisan
Manfaat Teoretis
Untuk menginformasikan krtik soisal yang terdapat dalam cerpen Bambang Subali Budiman Karya Budi Darma dengan teori sosiologi Alan Swengewood.
1.4.2. Manfaat Praktis
Untuk menginformasikan pada pembaca mengenai kritik sosial yang dilakukan oleh Budi Darma dalam cerpen Bambang Subali Budiman. Bagaimana pendidikan di Indonesia sangat tidak merata dan manusia yang mengalami degradasi moral.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Bogdan (1982:2) mengemukakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian yang bersifat alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, dari orang, perilaku, atau data-data lainnya yang dapat diamati. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen Bambang Subali Budiman yang yang terdapat dalam kumpulan cerpen Kritikus Adinan Karya Budi Darma. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk data kualitatif yang berupa kata-kata, kalimat, dan paragraf dalam cerpen Bambang Subali Budiman yang mengandung informasi berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. Data-data tersebut diambil dengan cara membaca, mencermati, menyalin, dan mengumpulkan sesuai klasifikasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
BAB II
DESKRIPSI TEORETIS
2.1Hakikat Struktur Cerpen
2.1.1 Definisi Cerpen
Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan. Menurut kamus, cerita pendek adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novelia (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang.Menurut Susanto, cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Panjang cerpen sendiri bervariasi, ada cerpen yang pendek (short short story) sekitar 500-an kata, cerpen cukupan (middle short story) ribuan kata, dan cerpen yang panjang (long short story) puluhan ribu kata.
2.1.2 Sosiologi Sastra
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra, yang beranggapan bahwasannya karya sastra tidak dapat lepas dari kondisi sosial masyarakat. Dari berbagai macam teori yang ada, penelitiaan ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Alan Swingewood. Swingewood (1972) dalam Wiyatmi (2013:7-8) memandang adanya dua corak penyelidikan sosiologi sastra. yang pertama, penyelidikan yang bermula dari lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra dengan faktor di luar sastra yang terbayang dalam karya sastra. Oleh Swingewood cara seperti ini disebut sociology of literature (sosiologi sastra). Penelitian ini melihat faktor-faktor sosial yang mengahsilkan karya sastra pada masa dan masyarakat tertentu. Kedua penyelidikan yang menghubungkan struktur karya sastra pada genre dan msyarakat tertentu. Cara kedua ini dinamakan literary of sociology (sosiologi sastra). Dengan demikian pendekatan sosiologi sastra dirasa cocok dalam penelitian ini, karen sastra dan sosiologi memiliki objek yang sama yaitu manusia. Selain itu, sosiologi sastra cocok sebagai teori untuk mengkaji keadan sosial masyarakat dalam karya sastra.
2.1.3 Kritik Sosial
Kritik sosial menurut Abar (1997:47) adalah suatu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Kritik sosial dilakukan karena adanya ketidaksesuaian antara realitas dengan harapan seseorang. Sesungguhnya kritik amat baik dilakukan karena, dalam masyarakat yang berdiamika tujuan kritik sendiri supaya mengetaui sebuah kesalahan dan bisa memperbaikinya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwasannya krtik sosial merupakan control sosial terhadap masyarakat. Control sosial terhadap masyarakat memiliki berbagai bentuk. Sastra salah satu bentuk dan medium kritik sosial. Sedangkan pengedaalian sosialnya bisa dengan dua cara yaitu cara persuasive dengan mengajak atau membimbing sedangkan koersif dengan tekanan seperti kekerasan atau ancaman fisik. Menurut Soekanto (2009:42) cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi yang dihadapi, tujuan yang hendak dicapai, dan jangka waktu yang dikehendaki. Dalam konteks sastra, karya sastra yang bermuatan kritik sosial termasuk dalam alat pengendalian sosial dengan cara persuasive. Karena, lebih ditekankan pada usaha mengajak atau membimbing. Karya sastra merupakan refleksi masyarakat tempat ia muncul. Oleh karennya, karya sastra bukan sekadar karya imajinatif melainkan suatu proses kreatif. Satu hal yang penting sebuah karya sastra dapat digunakan sebagai alat kontrol sosial terhadap berbagai penyimpangan yang ada dalam masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
Konteks Sosial Cerpen Bambang Subali Budiman
Sebuah karya sastra tidak mungkin muncul begitu saja, pasti ada hal yang melatarbelakangi sebuah karya sastra tercipta. Faktor sosial, dan budaya masyarakat merupakan hal yang mempengaruhi sebuah karya sastra. Menurut Swingewood dan Laurenson (1972:13) karya sastra merupakan cermin masyarakat. Dengan demikian, karya sastra tidak akan terlepas dari kondisi sosial suatu masyarakat pada saat karya tersebut muncul. Berdasarkan uraian tersebut cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma yang dituliskan tahun 1979, saat itu kondisi sosial Indonesia baru saja berganti rezim yaitu dari rezim orde lama ke rezim orde baru. Saat zaman orde baru seperti yang kita ketahui banyak terjadi pelencengan terhadap kekuasaan, seperti pejabat yang melakukan kesalahan akan tetapi merasa dirinya tidak bersalah. Dan sentralisasi kekuasaan sehingga menimbulakan ketimpangan sosial, salah satunya dalam bidang pendidikan.
Kritik Sosial dalam Cerpen Bambang Subali Budiman
Kritik Terhadap Pendidikan
“…dari pada mengurusi soal tetek bengek, lebih baik mereka memperlancar gaji guru di sini dibebani dengan kewajiban terlalu banyak dengan membangun sekolah sendiri yang seharusnya dipikul oleh Pemerintah Daerah.” Hlm. 182
“Kecamatan seharusnya hanya berkewajiban melaksanakan sekolahan bukannya memikir bagaimana mencukupi gaji guru, bagaimana mendatangkan guru-guru dari daerah lain, bagaimana menyediakan perumahan untuk mereka, memperbaiki gedung sekolahan dan sebagainya.” Hlm. 182.
Pendidikan di Indonesia memang belum merata sampai ke pedesaan. Budi Darma yang merupakan tamatan IKIP Surabaya dan merupakan mantan rektor Universitas Negeri Surabaya sudah pasti tahu kebobrokan pendidikan yang ada di Indonesia. Apalagi pada konteks tahun 1970an. Indonesia yang kala itu dipimpin oleh Suharto lebih fokus kepada pembangunan di daerah perkotaan, pendidikan di pedesaan sama sekali tidak diperhatikan oleh pemerintah.
“Surat pengangkatan yang terlambat menyebabkan guru bekerja tanpa gaji, uang rapel yang datang tidak tepat pada waktunya dan sebagainya diungkit oleh Bambang Subali.” Hlm 182
Pada kutipan tersebut Budi Darma ingin menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah yang masih lalai terhadap kesejahteraan guru. Pada tahun 1970an gaji guru di Indonesia sekitar …. Dan sering kali guru dibebani tugas yang banyak tanpa ada uang insentif.
“Inilah sumber korupsi. Dengan menggunakan wewenangnya sebagai pejabat seseorang dapat menyalahgunakan kedudukannya untuk kepentingan perusahaan pribadinya… Kemudian pembesar ini mengapa anak-anak sekolah diijinkan jajan di warung kepala sekolah dan disuruh membeli alat tulis menulis dan seragam pakaian di toko milik kepala sekolah… Dia tahu kepada siapa peraturan ini ditunjukan: kepada pejabat-pejabat kaya, rakus, dan penghisap darah rakyat. Kepala sekolah tidak demikian halnya.”Hlm. 181-182.
Pada rezim orde baru memang banyak korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat daerah terutama di kota. Budi Darma mengkritik karena banyak korupsi dan dana yang dikucurkan untuk pendidikan jadi semakin sedikit, menyebabkan kepala sekolah membuka warung dan menyuruh siswa-siswinya membeli alat tulis menulis disana. Karena gaji menjadi kepala sekolah kecil.
“Katanya pendidikan adalah kunci pembangunan. Dalam pendidikan kita tidak boleh memusatkan perhatian ke kota saja. Perhatikan desa-desa kita!” Hlm. 207.
Budi Darma dalam cerpen Bambang Subali Budiman lagi-lagi megkrtitik pemerintah yang terpusat pada kota. Pada rezim orde baru memang pemerintah menerapkan sistem sentralisasi. Dimana pemerintah pusatlah yang memiliki wewenang untuk mengatur keseluruhannya, pemerintah daerah tidak memiliki otonomi tersendiri. Hingga berdampak kepada pendidikan yang tidak merata. Pendidikan dipedesaan tidak diperhatikan sama sekali.
3.3 Kritik atas moral manusia
“Orang tua mengejar menantu karena malu anaknya tidak laku kawin. Orang kawin karena cinta, yaitu cinta pada diri sendiri. Orang berusaha mempunyai anak karena malu kalau tidak mempunyai anak. Dia ingin menimang makhluk kecil untuk kepuasan dirinya sendiri. Dia ingin membesarkannya karena ingin merasakan tanggung jawab bagaimana merawat anak. Dia ingin menjadikannya orangkarena malu dituduh tidak mempunyai wibawa untuk mendidik anak sendiri.” Hlm. 202
“Dunia bergerak bukan hanya didorong oleh kewajiban demi kewajiban, dan pengabdian demi pengabdian. Semua dicemari oleh kepentingan diri sendiri dan inilah yang lebih penting.”Hlm. 202.
Dalam kutipan tersebut Budi Darma seakan-akan mengejek moral manusia yang melakukan segala sesuatu hanya untuk dirinya sendiri. Manusia melakukan segala sesuatu bukan karena manusia merasa perlu melakukan hal tesebut untuk hidup, akan tetapi melakukan segala sesuatu agar dipuji seseorang, agar disanjung, agar diterima di dalam masyarkat dan agar mendapat status sosial yang tinggi.Manusia adalah abdi terhadap dirinya sendiri.
“Kita bersembahyang bukan karena kita menyembah Tuhan, tapi untuk memohon rejeki, pahala, dan penghindaran dari malapetaka. Marilah sekali tempo kita mengaku terang-terangan bahwa banyak bagian dari hati nurani kita yang sebenarnya tidak baik. Janganlah selamanya kita menyembunyikan ketidak baikan ini.” Hal 203.
“Hanya denga pengakuan inilah kita dapat berbuat lebih baik : takut api neraka karena itu kita tidak jahat, takut harga diri jatduh, karena itu kita berprestasi, takut dibohongi, karena itu kita mendahului untuk tidak membohongi, dan sebagainya.” Hlm. 203
Kutipan di atas mengkrtik moral manusia yang tidak seakan-akan tidak mau mengakui kesalahan yang ada pada diri manusia. Manusia ingin dianggap suci, padahal dibalik itu semua manusia melakukan segala sesuatu atas dasar kepentingan dirinya sendiri. Budi Darma juga seakan mengatakan bahwasannya manusia setidaknya harus mengakui kesalahan-kesalahnnya. Karena pada hakikatnya tidak ada manusia yang suci. Bahkan dalam beragama, manusia tidak sungguh-sungguh mencintai tuhannya. Tapi lagi-lagi untuk kepentingan diri sendiri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini cerpen Bambang Subali Budiman karya Budi Darma, terdapat dua kalsifikasi kritik sosial yaitu : kritik terhadap pendidikan dan kritik terhadap moral manusia. Dalam cerpen Bambang Subali Budiman, Budi Darma tentu saja di pengengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitarnya. Seperti masalah pendidikan yang diangkat dalam cerpen Bambang Subali Budiman, ia mengkritik karena konteks sosial, budaya, dan politik yang mempengaruhi pengarang dalam membuat karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Darma. 2002. Kritikus Adinan. Yogjakarta. Bentang Budaya.
BurhanNurgiyantoro.2015.TeoriPengkajianFiksi.Yogjakarta.GajahMadaUniversityPress.
Sapardi Djoko Damoni. 1984. Pengantar Sosiologi Sastra.
Wiyatmi.2013.SosiologiSastra.Yogjakarta.KanwaPublisher.
Jurnal
KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL MENUNGGU MATAHARI MELBOURNEKARYA REMY SYLADO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA oleh MUHAMMAD ARDI KURNIAWANUniversitas Ahmad Dahlan
Comments
Post a Comment