Skip to main content

ANALISIS HEGEMONI KUNANG-KUNANG DI LANGIT JAKARTA KARYA AGUS NOOR


KETERAMPILAN MENULIS LAPORAN
UNIVERSITAS%2BNEGERI%2BJAKARTA.png

ANALISIS HEGEMONI KUNANG-KUNANG DI LANGIT JAKARTA KARYA AGUS NOOR

Dosen Pengampu: Dr. Fathiaty Murtadho, M.Pd

Disusun Oleh:
Fauziannisa Pradana Putri
2125164796




Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa Dan Seni
Universitas Negeri Jakarta
2018
DAFTAR ISI
Daftar Isi....................................................................................................................................2
Abstrak......................................................................................................................................3
Bab 1 Pendahuluan....................................................................................................................4
A.    Latar Belakang .............................................................................................................4
B.     Tujuan Penelitian..........................................................................................................4
C.     Rumusan Masalah.........................................................................................................4

Bab 2 Pembahasan.....................................................................................................................5
A.    Pendekatan Analisis yang digunakan.............................................................................5
B.     Karakteristik Karya Sastra.............................................................................................6
C.     Hasil Analisis.................................................................................................................7

Bab 3 Kesimpulan....................................................................................................................11
Daftra Pustaka ............................................................................................................,............12




















ABSTRAK
Hegemoni sangat berkaitan erat dengan kekuasaan dominan yang terjadi di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap hegemoni kekuasaan dan kekerasan yang tercermin dalam cerpen Kunang-kunang di Langit Jakarta karya Agus Noor yang berkaitan dengan tragedi kerusuhan 1998. Metodologi yang digunakan ialah kualitatif dengan teknik deskriptif isi. Objek penelitian ini ialah cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta karya Agus Noor dengan fokus masalah mengenai konsep dan aspek hegemoni kekuasaan dan kekerasan dalam cerpen Kunang-kunang di Langit Jakarta karya Agus Noor. Teori yang dipakai ialah teori yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci (1891-1937) terkait konsep hegemoni. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat unsur hegemoni kekuasaan dan kekerasan yang dilakukan kaum lelaki kepada perempuan dan juga terdapat hegemoni pemerintah terhadap rakyatnya yang terdapat pada cerpen Kunang-kunang di Langit Jakarta karya Agus Noor.
            Kata Kunci: Hegemoni, Tragedi 1998, Kunang-kunang di langit Jakarta






















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sosial, terdapat pengaruh kekuasaan suatu kelompok atau seseorang terhadap kelompok lainnya. Contoh nyatanya ialah kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin negara terhadap rakyatnya. Namun, bagi Gramsci melalui teori hegemoninya,  kekuasaan yang dimiliki seseorang ialah sebagai jembatan untuk menanamkan pengaruh-pengaruhnya dengan cara kekerasan dan juga persuasi.
     Di Indonesia sendiri, hegemoni kekuasaan suatu kelompok pernah benar-benar terasa ketika tahun 1998. Pada saat itu, terjadi pembantaian besar-besaran dan dimimetiskan dalam bentuk cerpen yang berjudul Kunang-kunang di Langit Jakarta oleh Agus Noor.  Cerpen tersebut terkesan romantis namun mengandung unsur yang miris. Maka dari itu, latar belakang dari penelitian ini ialah dengan mengungkap sejauh mana hegemoni kekuasaan dan kekerasan yang tercermin dalam cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta karya Agus Noor.

B.     Tujuan
Dari latar belakang masalah tersebut, tujuan dalam penelitian ini ialah:
1.        Memahami konsep hegemoni Antonia Gramsci dan sturuktural Burhan
2.        Membedah karya sastra dengan pendekatan Hegemoni Sosiologi Sastra dalam cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta karya Agus Noor.
C.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana struktural dalam cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta karya Agus Noor?
2.      Bagaimana hegemoni kekuasaan dalam cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta karya Agus Noor?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendekatan Analisis yang Digunakan
1.      Teori Struktural Burhan
Karya sastra dapat dipahami secara struktural. Maksudnya ialah dengan memandang teks sastra berdasarkan unsur-unsur yang ada di dalamnya untuk diidentifikasi dan dipahami relasinya sebagai satu kesatuan yang kompleks. Burhan  membagi menjadi dua unsur, yaitu unsur Instrinsik dan Unsur Ekstrinsik.
Unsur Instrisik adalah unsur pembangun dalam suatu karya sastra yang  terdiri dari Tema, Alur , tokoh dan penokohan, dan Latar. Sebenarnya masih banyak lagi, tetapi yang cocok untuk dianalisis hanya itu. Sedangkan unsur ektrinsik dipahami sebagai unsur pembangun diluar teks karya sastra tersebut. Dan unsur ekstrinsik yang membangun untuk di analisis ialah terkait sosial dan hegemoni kekuasaan.
2.      Hegemoni Antonio Gramsci
Hegemoni merupakan bidang ilmu dalam Sosiologi yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci (1891-1937). Pemikirannya berkembang ketika ia dipenjara dan akhirnya menulis sebuah buku yang berjudul ‘Selection From The Prissons Notebook’.  Hegemoni menurut KBBI yaitu pengaruh kepemimpinan, dominasi, kekuasaan, dan sebagian suatu negara atas negara lain (atau negara bagian). Sedangkan  Teori  Hegemoni Gramsci meneliti bentuk-bentuk politis, kultural, dan ideologis tertentu, yang lewatnya, dalam suatu masyarakat yang ada, suatu kelas fundamental dapat membangun kepemimpinannya sebagai sesuatu yang berbeda dari bentuk-bentuk hegemoni yang bersifat memaksa. (Faruk, 2003 :63)
Hegemoni merupakan hubungan antara kelas dengan kekuatan sosial lain. kelas hegemonik(kelas yang memimpin) menurut Gramsci adalah kelas mendapatkan persetujuan dari kekuatan dan kelas sosial lain dengan cara menciptakan dan mempertahankan sistem aliansi melalui perjuangan politik dan ideologis, simon dalam (Wiyatmi, 2013: 164)
Secara sederhana, hegemoni  merupakan suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan Moral yang dibantu dengan penindasan. Bisa juga hegemoni didenifisikan sebagai dominasi oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain dengan atau tanpa kekerasan, sehingga ide-ide dari kelompok dominasi dapat diterima sebagai suatu yang wajar.
Gramsci pun menjabarkan ada tiga bidang pembagian hegemoni yaitu konsep ekonomi, negara (political society) dan masyarakat sipil (civil society).   Menurut Nugroho, Ekonomi bagi Gramsci adalah istilah untuk menunjukkan mode of production yang paling dominan dalam sebuah masyarakat. Cara produksi tersebut terdiri dari teknik produksi dan hubungan sosial produksi yang ditumbuhkan atas munculnya perbedaan kelas-kelas sosial dalam arti kepemilikan produksi. Sementara negara merupakan tempat hadirnya praktek-praktek kekerasan (polisi dan aparat kekerasan lainnya) dan tempat terjadinya pendirian birokrasi negara. Gramsci mengindentikkan birokrasi negara sebagai pelayanan sipil, kesejahteraan dan institusi pendidikan. Sedangkan konsep masyarakat sipil (civil society) merupakan organisasi di luar negara dalam sebuah formasi sosial di luar bagian sistem produksi material dan ekonomi, yang didukung dan dilaksanakan oleh orang atau komponen di luar batasan di atas. (Noto Susanto Nugroho, Maret 16, 2015)
Negara adalah kompleks menyeluruh aktivitas-aktivitas teoritis dan praktis yang dengannya kelas penguasa tidak hanya membenarkan dan mempertahankan dominasinya, elainkan juga berusaha memenangkan kesetujuan aktif dari mereka yang diperitahnya (Faruk, 2003:77)
                 
B.         Karakteristik Karya Sastra
Begitu banyak definisi tentang sastra. Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Namun beberapa ilmuwan mulai beralih pendapat, bahwa sastra ialah berkaitan erat dengan kebudayaan. Maka dari itu, untuk memberi definisi terhadap Sastra adalah membatasinya dengan ‘mahakarya’. Baik berupa prosa, drama, ataupun puisi. Maka dapat disimpulkan menurut pandangan Rene Wellek dan Austin dalam bukunya Teori Kesusastraan, bahwa perbedaan sastra dan bukan sastra ialah berasal dari bahasa dan bentuknya.  Jika diambil dari pemahaman tersebut, maka cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta merupakan sebuah karya sastra yang ditulis oleh Agus Noor.
Cerpen merupakan suatu  karya sastra berjenis prosa. Karakteristik yang lekat dari cerpen ialah berbentuk narasi. Karakteristik berikutnya dalam cerpen ialah bersifat fiksional. Karena baik peristiwa maupun tokoh merupakan karangan yang Si Pengaramg tulis.
Menurut Burhan (1994:12) Cerpen sendiri bervariasi. Ada cerpen pendek  (short short story), bahjan mungkin pendek sekali: berkisar 500an kata; ada yang panjangnya cukupan (middle short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan ribuan kata) . Cerpen dan Novel memang memiliki persamaan dan perbedaan, tentunya. Kedua karya sastra tersebut termasuk ke dalam jenis prosa dan juga dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama. Yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Maka dari itu, Novel dan cerpen sama-sama memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandnag ataupun amanat.

C.    Hasil Analisis
1.      Struktural Cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta karya Agus Noor
Berdasarkan teori struktural yang dipaparkan Rene Wellek dan Austin, struktural cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta karya Agus Noor ialah sebagai berikut:
Yang pertama Tema, tema dari cerpen tersebut ialah tragedi. Tragedi yang terjadi di Jakarta pada sepuluh tahun lalu. Terbukti dari kutipan berikut ini:
”Lihatlah api yang berkobar itu. Setelah api itu padam, orang-orang menemukan tubuhku hangus tertimbun reruntuhan….” (Agus Noor p.
Yang kedua ialah Alur. Alur dalam cerpen ini ialah regresif yaitu urutan ceritanya tidak kronologis. Dimulai dari perbincangan sepasang kekasih Peter dan Jane, lalu perjumpaan pertama Peter dan Jane, dilanjutkan dengan kedatangan Peter dan Jane ke Jakarta, melihat ribuan kunang-kunang, dan yang terakhir yaitu kematian Peter yang menyebabkan Jane kembali ke Jakarta.
Yang ketiga ialah  Tokoh dan Penokohan. Tokoh utama dalam cerpen ini ialah Jane yang memiliki penokohan seorang perempuan, sabar, dan bersifat melankolis. Hal tersebut terlihat dari kutipan,
Mata Jane selalu berkaca-kaca setiap kali menyaksikan itu; membayangkan Peter ada di antara jutaan kunang-kunang yang memenuhi langit Jakarta itu. Itulah sebabnya kunang-kunang dan kenangan selalu membuatnya kembali ke kota ini. (Agus Noor p.
Tokoh yang berikutnya ialah Peter. Penokohan Peter ialah seorang lelaki ahli zoologist, pemberani, dan berambisi.  Hal tersebut terbukti dari kutipan,
Mata Peter akan berbinar setiap menceritakannya. Ia termasuk keturunan langsung spesies kura-kura yang diamati Charles Darwin ketika merumuskan teori evolusinya pada abad ke-19. Berapa kali ia sudah mendengar Peter mengatakan itu? 
Tokoh berikutnya ialah Kunang-kunang. Kunang-kunang dalam cerpen ini  digambarkan sebagai roh-roh penasaran yang merupakan korban dari pemerkosan. Hal tersebut terbukti dari kutipan,
”Ini kunang-kunang istimewa, bukan golongan Lampyridae pada umumnya. Para penduduk setempat percaya, kunang-kunang ini berasal dari roh penasaran. Roh para perempuan yang diperkosa….”
”Lihatlah gedung yang gosong itu. Di situlah mereka memerkosa saya….”
”Mereka begitu beringas!”
”Mayat saya sampai sekarang tak pernah ditemukan.”
”Roh kami kemudian menjelma kunang-kunang….”
        Yang keempat ialah Latar. Latar tempat dan waktu dalam cerpen ini beragam. Fokus latar tempat dalam cerpen ini ialah di Jakarta, tepatnya di deretan gedung-gedung gosong bekas kebakaran. Waktu yang tergambar dalam cerpen tersebut ialah sekitar malam hari. hal tersebut terbukti dari kutipan,
        Ini jelas bukan kota yang ada dalam daftar yang ingin dikunjunginya pada musim libur. Peter membawanya ke permukiman padat kota tua tak terawat.
Malam itu ia merasakan sentuhan dan pelukan Peter meresap begitu dalam. Ciuman-ciuman yang tak akan terlupakan. Ciuman-ciuman yang paling mengesankan di bawah hamparan cahaya kunang-kunang. Ciuman-ciuman yang selalu membawanya kembali ke kota ini dan kenangan.
2.             Hegemoni dalam cerpen Kunang-kunang di langit Jakarta karya Agus Noor
Bagi Gramsci, Negara tidak hanya menyangkut aparat-aparat pemerintah tetapi juga aparat-aparat hegemoni atau masyarakat sipil. Masyarakat sipil yang berkuasa bisa saja berbuat kekerasan untuk membuat tatanan ideologis mereka diterapkan di suatu masyarakat.
Pada cerpen Kunang-kunang di Langit Jakarta terdapat unsur-unsur yang menyatakan hegemoni kekuasaan. Hegemoni tersebut menerangkan kekuasaan yang tinggi yaitu lelaki  ke kaum yang lebih lemah yaitu perempuan.  Seperti pada kutipan,
Ia menyaksikan seorang perempuan berkulit langsat diseret beberapa lelaki kekar bertopeng. Asap hitam membumbung.... perempuan itu menjerit dan meronta, diseret masuk ke dalam toko yang sudah ditinggalkan penghuninya. (Agus Noor, 2016, p. 206)
Dari kutipan tersebut, sangat jelas bahwa seorang lelaki memanfaatkan kekuatannya untuk memperkosa wanita-wanita, khususnya wanita tionghoa. Para lelaki yang melakukan kerusuhan tersebut memperkosa perempuan sebagai suatu paham bahwa hal tersebut ialah lumrah. Gramsci pun pernah menjabarkan bahwa adanya hegemoni sebagai upaya untuk menanamkan ideologi agar diterima sebagai sesuatu yang wajar dan lumrah. Keadaan sosial pada waktu itu ialah golongan  tionghoa menjadi sasaran kekerasan kerusuhan karena dianggap menjadi dalang menurunnya stabilitas perkenomian negara. Dengan begitu motif balas dendam dengan cara kekerasan, kerusuhan, pemerkosaan dan penindasan menjadi satu-satunya cara untuk mengungkapkan ada kekuasaan yang lebih tinggi dibanding masyrakat tionghoa. Penindasan terhadap kaum sosial lain pun sangat terlihat pada kutipan berikut,
Ia seperti menyaksikan api yang melahap pusat perbelanjaan. Menyaksikan orang-orang yang berteriak-teriak marah dan menjarah. (Agus Noor, 2016, p. 205-206)
Gramsci menjelaskan bahwa, hegemoni biasanya diiringi oleh tindak kekerasan. Dari kutipan tersebut, jelas bahwa terdapat unsur hegemoni. Karena terdapat kata ‘marah’ dan ‘menjarah’. Bentuk kata tersebut memiliki arti negatif yang mengarah pada kekerasan.
“Lihatlah gedung gosong itu! Di situlah mereka memerkosa saya..”
“Mereka begitu beringas!”
“Mayat saya sampai sekarang tak pernah ditemukan.” (Agus Noor, 2016, p. 206)
Kekerasan yang dilakukan oleh para lelaki terhadap wanita pada cerpen tersebut, begitu menggambarkan kekejian yang sangat menyakitkan.  Tindak Bahkan di cerpen tersebut roh-roh perempuan yang diperkosa dimetamorfosakan menjadi kunang-kunang, seperti pada kutipan berikut,
Kunang-kunang itu adalah jelmaan roh perempuan korban kerusuhan. Roh perempuan yang disiksa dan diperkosa. (Agus Noor, 2016, p. 207)
Hegemoni kekuasaan juga tampak dari hegemoni politik yang terdapat dalam cerpen tersebut.
Peter dilenyapkan karena berusaha menghubung-hubungkan fenomena kunang-kunang itu dengan kerusuhan yang bertahun-tahun lalu terjadi di kota ini. Ia pernah mendengar tentang para aktivis yang lenyap di kota ini. (Agus Noor, 2016, p. 208)
Di  Jakarta, hal yang berhubungan dengan kestabilitasan negara siapapun pasti akan dilenyapkan. Sebagai contoh misalnya seorang aktivis yang bernama Wiji Thukul. Beliau juga dilenyapkan hanya karena menyindir otoriter pemerintah dengan puisi-puisi pada zamannya. Begitulah kekuasaan penguasa yang dicerminkan juga pada cerpen ini. Peter yang merupakan seorang zoologist sekaligus peneliti, ingin mengungkap kebenaran tentang jutaan kunang-kunang yang menurutnya berhubungan erat dengan pembataian bertahun-tahun yang lalu. hanya saja, bagi penguasa hal itu sangat tersinggung dan dengan segala kekuasaannya, Peter dilenyapkan daripada mengungkap lebih dalam terkait pembataian yang terjadi di kota tersebut.
Hegemoni pemerintah juga terlihat dari kekuasaan pemerintah untuk membuat suatu peraturan dan ketetapan yang harus dijalankan warganya. Dalam cerpen ini, kekuasaan pemerintah terlihat dari dengan menjadikannya gedung-gedung bekas kerusuhan menjadi objek pariwisata. Dengan begitu, pemerintah mendapatkan uang dan meningkatkan perekonomian, hal tersebut terbukti dalam kutipan berikut,
Pemerintah daerah kemudian menetapkan gedung-gedung gosong itu menjadi cagar budaya dan wisata—banyak turis yang datang menyaksikan. Kemunculan kunang-kunang itu telah menjadi event tahunan. (Agus Noor, 2016, p. 208-209)



BAB 3
KESIMPULAN
            Penelitian yang bejudul Analisis Hegemoni dalam Cerpen Kunang-kunang di Langit Jakarta Karya Agus Noor  terdapat beberapa kesimpulan.
            Yang pertama ialah, ditemukannya aspek hegemoni kekuasan dan kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang dominan yaitu para lelaki kepada pihak yang lemah yaitu perempuan-perempuan, khususnya perempuan tionghoa. Aspek hegemoninya seperti kekerasa, penjarahan, kerusuhan, dan pemerkosaan. Hal tersebut dijelaskan dari beberapa kutipan yang terdapat dari cerpen tersebut.
            Yang kedua ialah, ditemukannya aspek hegemoni negara, yaitu pemerintah kepada warga sipil. Penguasanya ialah pemerintah dan warga sipilnya ialah tokoh bernama Peter. Aspek hegemoninya ialah kekerasan.


















DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas.   Jakarta:  Depdikbud.
Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nugroho, Noto Susanto. (2015, Maret 16). Menelusuri Teori Hegemoni Antonio Gramsci. Diambil dari https://terataknugroho.wordpress.com/2015/03/16/menelusuri-teori-hegemoni-antonio-gramsci/ (Diunduh pada tanggal 21 Juni 2018 pukul 14.47 WIB)
Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengakajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Noor, Agus. 2017. Cinta Tak Pernah Sia-sia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Saptono. Teori Hegemoni Sebuah Teori Kebudayaan Kontemporer.
Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar. Yogyakara: Kawla Publisher.


Comments

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Assalamu'alaikum caa makalahnya udah runtut ca sesuai sama teori cuma ada sedikit masalah nih dibagian tulisan golongan tionghoa. Setahuku T nya itu gede. Terus tambahan mungkin alangkah baiknya. Dosen yang mengajar matkul tersebut disebutin semua. Saran sih hehe... oh iya satu lagi penulisan kutipan agak kurang konsisten terutama tnda halaman. Semangat caa...🙏

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

PENOKOHAN DALAM CERPEN MALAIKAT JUGA TAHUKARANGAN DEWI LESTARI DANMAAFKAN BUNDA,ANAKKU!” KARANGAN IRNA SYAHRIAL : KAJIAN INTERTEKSTUAL (Oleh: Anisa Yulicahyanti)

PENOKOHAN DALAM CERPEN  MALAIKAT JUGA TAHU KARANGAN DEWI LESTARI DAN MAAFKAN BUNDA,ANAKKU!”  KARANGAN IRNA SYAHRIAL : KAJIAN INTERTEKSTUAL ABSTRAK Karya sastra sebagai proses kreatif yang merupakan gambaran masyarakat dibentuk oleh pandangan sang pencipta. Sebuah karya sastra dapat pula menjadi contoh atau sandaran bagi karya sastra yang lahir berikutnya. Pada c erpen Malaikat Juga Tahu karya Dewi Lestari dan cerpen  Maafkan Bunda,Anakku! Karya Irna Syahrial   diindikasikan mengandung perbedaan serta persamaan didalamnya. Maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penokohan dari cerpen Malaikat Juga Tahu karya Dewi Lestari dan cerpen  Maafkan Bunda,Anakku! Karya Irna Syahrial  Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan kajian intertekstual yang dikemukakan oleh Pradopo. Adapun dalam penelitian ini didapat hasil yaitu adanya persamaan tokoh kedua cerpen yang menekankan tokoh yang menderita Down Syndrom. Dala...

KONFLIK DALAM LAKON MENTANG-MENTANG DARI NEW YORK KARYA MARCELINO ACANA JR. (KAJIAN SOSIOLOGI)

Bima Dewanto Program Studi Sastra Indonesia Abstrak Budaya dan tradisi masyarakat di dunia memiliki keanekaragaman yang sangat banyak. Masing-masing dari budaya yang mereka miliki berasal dari latar belakang sosial yang khas dan budaya yang berbeda satu sama lain. Setiap kelompok masyarakat membawa kebiasaan dan tradisi masing-masing dalam kehidupannya sehari-hari. Tradisi yang mereka jalankan adalah hasil dari pembelajaran, perkembangan, dan proses yang mereka jalani bersama masyarakat lainnya. Proses ini membentuk identitas budaya dalam diri individu sehingga memotivasi seseorang untuk belajar tentang sikap dari kelompok masyarakat sendiri maupun kelompok masyarakat lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyajikan kepada pembaca mengenai konflik dalam lakon Mentang-mentang dari New York. Metode yang digunakan merupakan metode deskriptif dengan teknik analisis kualitatif. Objek dari penelitian ini ialah naskah drama Mentang-mentang dari New York karya Marcellino Aca...

Sosiologi Sastra : Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia

Muhammad Kahfi Judul Buku : Sosiologi Sa s tra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia Penulis Buku : Dr. Wiyatmi, M.Hum. Penerbit Buku : Kanwa Publisher Cetakan : 1, 2013 Tebal Buku : 197 halaman Sinopsis Sosiologi Sastra : Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia Sosiologi Sastra merupakan kajian interdisipliner untuk mengemukakan seluk beluk masyarakat yang hidup disuatu zaman atau wilayah yang tak terekam oleh mata orang – orang milenial. Namun, dengan suatu karya sastra dan dikaji dengan pendekatan ini membuat penggambaran besar suatu zaman tertentu yang memuat adat istiadat atau kultur masyarakat suatu zaman untuk diketahui oleh para sosiolog zaman milenial. Dalam tiap pendekatan ilmiah memiliki banyak sub kajian yang menjadi perhatian para peneliti untuk menggunakannya dalam penelitiannya. Khususnya penelitian dibidang sosiologi yang notabenenya harus bersifat objektif. Menekankan pada aspek pembelajaran mengenai pengaplikasian tiap – t...